Selasa, 15 Oktober 2013

SKRIPSI

Babak baru telah dimulai. Yaitu babak yang menentukan mahasiswa/i untuk menentukan nasibnya agar lebih cepat untuk wisuda bagi yang sudah ‘kebelet’ pergi dari hiruk pikuk dunia akademik strata satu (S1). Setelahnya, mau jadi pengajar, kerja, menikahataupun menambah populasi pengangguran, itu urusan belakang. Yang terpenting adalah sudah melaksanakan ritual pemindahan tali sebuah topi oleh Pimpinan sebuah kampus, dari kiri ke kanan. Babak yang olehkebanyakan mahasiswa/i dianggap sebagai pertaruhan ‘hidup-mati’ itu adalahmenyelesaikan skripsi. Dimulai dari mengajukan judul skripsi, jika sudahditerima dari pihak jurusan langkah selanjutnya adalah membuat proposal,diajukan, diterima lagi, lalu diseminarkan, dan seterusnya hingga pada sidangskripsi. Ada yang unik, yang terjadi di jurusanku, yaitu jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) angkatan 2010adalahmengharuskan mahasiswa/i-nya untuk membuat skripsi dengan menggunakan bahasa Arab. Memang sudah menjadi kewajiban. Bagaimana tidak? Lha wong jurusan yang mempelajari bahasa Arab, masak mau menggunakan bahasa Jawa atau bahasa Indonesia, atau bahasa Inggris? Ya syukur-syukur kalau ada yang mampu dan mau membikin skripsi dengan 4 bahasa (Arab, Indonesia, Jawa, dan Inggris). Tentu,belum wisuda pun akan menjadi daya tarik sendiri bagi yang mendengarkan. Bermula dariinformasi dadakan dari Kepala Jurusan (kajur) yang menginstruksikan kepada seluruh mahasiswa/i PBA semester tujuh, yang sudah memenuhi persyaratan untuk mengajukan skripsi, agar menyetorkan judul skripsi dalam jangka waktu empat hari. Kaget? Kebanyakan kulihat dari wajah teman-temanku demikian adanya. Tapiaku tidak terlalu menghiraukannya. Aku sengaja tidak bernafsu tinggi untuk mengerjakan skripsi saat ini. Tapi kupastikan rampung! Sekalipun kulihatdari teman-teman angkatanku yang mulai kebingungan saat mencari judul yang pas,berselera tinggi dan bla-bla-bla lainnya, namun lebih bingung dan dirasa amatmencekam adalah ketika membuat proposal. Hanya satu pekan waktu untuk membuatproposal. Banyak keluhan yang bermunculan. Bahkan, dengan mata kepalaku sendiri,aku melihat ada salah seorang teman yang meneteskan air mata, karna tak kuasadengan ‘ajang’ tolak menolak. Tak tega aku melihat kenyataan semacam ini.Merasa ditekankah temanku itu? Mungkin iya. Tapi aku hanya tunduk diam. Karnaaku lebih layak diam saja. Kubiarkan teman-temanku heboh dengan calonskripsinya itu. Salah seorangkemudian mengadu kepadaku untuk turun tangan melakukan audiensi kepada pihakjurusan, agar waktu untuk pengajuan proposal tidak dibatasi selama satu pekan.Entah sampai kapan, aku juga tidak paham. Namun, aku takkan mungkin mengadu.Sebab aku tidak sedang bingung dengan judul skripsi, apalagi proposal. Apajadinya? Bagiku, membuatskripsi sama halnya membuat catatan harian. Hanya saja, disana dibutuhkankerangka teori, melakukan penelitian, menyaring informasi, data, dan referensi.Bukan maksudku untuk meremehkan. Tapi, anggap semua yang sedang dikerjakan ituseolah-olah mudah. Yang demikian itu agar tak terlalu membebani diri. Jika di tingkatsekolah dasar, menengah pertama, sampai ke atas atau kejuruhan dikenal dengan istilahUjian Akhir Nasional (UAN), untuk tahap akhir pembelajaran, maka di duniaakademik untuk strata satu, adapembuatan SKRIPSI untuk mengakhiri perkuliahan. Entahlah,skripsi tetaplah skripsi yang sudah menjadi aturan yang tidak bisa dikatakansebagai sarjana bagi mahasiswa/i yang tidak membuat skripsi. Oleh: M. Roihan Rikza, Ahad 06 September 2013

0 komentar:

Posting Komentar